Perekonomian Indonesia tahun 1997-1998 & 2015
1997-1998
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Krisis moneter adalah anjloknya perekonomian suatu
negara yang disebabkan oleh hancurnya suatu sistem pemerintahan yang berdampak
besar terhadap suatu negara. Indonesia selama perkembangannya telah mengalami
beberapa fase pemerintahan. Sebagai negara berkembang, Indonesia sudah sering
mengalami krisis moneter. Krisis moneter yang paling parah terjadi pada
pertengahan tahun 1997, berawal dari melemahnya mata uang Thailand baht
terhadap dollar AS. Pada tanggal 14 dan 15 Mei 1997, nilai tukar baht terhadap
dollar AS mengalami gocangan akibat para investor asing mengambil keputusan
jual karena tidak percaya lagi terhadap prospek perekonomian dan
ketidakstabilan politik negara Thailand. Sehingga pada tanggal 2 Juli 1997,
bank sentral Thailand mengumumkan bahwa nilai tukar baht dibebaskan dari ikatan
dollar AS dan meminta bantuan IMF (International Monetary Fund).
Pengumuman ini menyebabkan nilai baht terdepresiasi hingga mencapai nilai
terendah, yakni 28,20 baht per dollar AS yang menyebabkan nilai dollar menguat,
yang kemudian berimbas ke rupiah Indonesia.
Sebenarnya krisis yang terjadi di Indonesia bukan
hanya karena dipicu oleh melemahnya nilai mata uang Thailand baht terhadap
dollar AS saja, tetapi juga disebabkan oleh sistem ekonomi yang dijalankan oleh
pemerintah pada saat itu. Sebelumnya krisis yang terjadi di negara-negara Asia
seperti Thailand, Korea Selatan dan Indonesia sudah dapat diramalkan walaupun
waktunya tidak dapat dipastikan. Hal ini terlihat dari defisit neraca yang
terlalu besar dan terus meningkat pada setiap tahunnya. Selama pemerintahan
Presiden Soeharto (Orde Baru), Indonesia menikmati pertumbuhan ekonomi yang
mengesankan, dengan kembali membaiknya hubungan politik dengan negara-negara
Barat dan adanya kesungguhan pemerintah untuk melakukan rekontruksi dan
pembangunan ekonomi, maka arus modal mulai masuk kembali ke Indonesia.
Namun
disamping kelebihan-kelebihan tersebut, terdapat kekurangan pada masa
pemerintahan Orde Baru. Melaui kebijakan-kebijakannya Indonesia memang
mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, namun dengan biaya yang sangat
mahal dan fundamental ekonomi yang rapuh. Hal inilah yang menyebabkan Indonesia
mengalami krisis ekonomi yang diawali dengan krisis pertukaran mata uang
terhadap dollar AS. Kecenderungan melemahnya mata uang rupiah semakin menjadi
ketika terjadinya aksi mahasiswa pada tanggal 12 Mei 1998 yang dikenal dengan
Tragedi Trisakti.
Akibat
krisis moneter yang melanda Indonesia, akhirnya Presiden Soeharto dipaksa
mundur dari jabatannya pada tahun 1998, yang kemudian digantikan posisinya oleh
Presiden B.J Habibie yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden
Indonesia. Walaupun tidak banyak yang dapat beliau lakukan dengan masa
kepemerintahan yang hanya selama satu tahun, namun melalui kepemerintahannya,
Indonesia sedikit demi sedikit mengalami perbaikan dari segala aspek, baik itu
politik, ekonomi dan sistem pemerintahan. Sehingga masa ini di kenal sebagai
Era Reformasi.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan
pada latar belakang diatas, maka penulis menyusun rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana latar
belakang terjadinya krisis moneter di Indonesia?
2. Bagaimana dampak
yang dihasilkan dari terjadinya krisis moneter?
3. Bagaimana
peranan B.J Habibie terhadap perbaikan perekonomian di Indonesia pasca krisis
moneter ?
C. Tujuan Makalah
Berdasarkan pada rumusan masalah diatas, penulis
menyusun tujuan sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui latar belakang tejadinya krisis moneter di Indonesia.
2. Untuk
mengetahui dampak yang dihasilkan dari terjadinya krisis moneter.
3. Untuk
mengetahui peranan B.J Habibie terhadap perbaikan perekonomian di Indonesia
pasca krisis moneter.
D. Kegunaan Makalah
Berdasarkan
tujuan makalah di atas, maka penulis menyusun kegunaan makalah sebagai berikut
:
1. Penulis,
sebagai wahana penambah pengetahuan untuk mengetahui tentang latar belakang
terjadinya krisis moneter.
2. Pembaca,
sebagai media informasi untuk mengetahui tentang seluk-beluk perekonomian di
Indonesia pada saat krisis moneter hingga era reformasi.
E. Prosedur Makalah
Makalah
ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan
adalah metode deskriptif. Data teoritis dalam makalah ini dikumpulkan dengan
menggunakan teknik studi pustaka artinya penulis mengambil data melalui
kegiatan membaca berbagai literatur yang relavan dengan tema makalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Definisi
Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi adalah ilmu sosial yang mempelajari
individu-individu dan organisasi yang terlibat dalam produksi, distribusi dan
konsumsi barang dan jasa. Tujuan ilmu ekonomi ini adalah untuk meramalkan
berbagai peristiwa ekonomi dan untuk membuat berbagai kebijakan yang akan
mencegah atau mengoreksi berbagai masalah seperti pengangguran, inflasi, atau
pemborosan dalam perekonomian.
Ilmu
ekonomi terbagi menjadi ilmu makroekonomi dan ilmu mikroekonomi. Ekonomi mikro
adalah cabang ilmu ekonomi yang mempelajari perilaku dari unit-unit ekonomi
individual, seperti rumah tangga, perusahaan, dan struktur industri. Sementara
ekonomi makro adalah cabang ilmu ekonomi yang memperlajari persoalan ekonomi
secara keseluruhan atau nasional, seperti pertumbuhan, deflasi, inflasi,
pengangguran atau kesempatan kerja.
2. Definisi
Krisis Moneter
Krisis
moneter adalah krisis yang berhubungan dengan keuangan atau perekonomian suatu
negara, ditandai dengan anjloknya perekonomian suatu negara yang disebabkan
oleh hancurnya sistem pemerintahan.
3. Definisi
Inflasi
Salah
satu peristiwa moneter yang sangat penting dan yang dijumpai di hampir semua
negara di dunia adalah inflasi. Definisi singkat dari inflasi adalah
kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus-menerus.
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat dikatakan inflasi.
Kecuali, apabila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan)
sebagian besar dari harga barang-barang lain. Kenaikan harga karena, misalnya
musiman, menjelang hari-hari besar, atau yang terjadi sekali saja (dan tidak
mempunyai pengaruh lanjutan) tidak disebut inflasi. Kenaikan harga semacam ini
tidak dapat dikatakan masalah atau penyakit ekonomi dan tidak memerlukan
kebijaksanaan khusus untuk menanggulanginya.
Ada
berbagai cara untuk menggolongkan inflasi, pergolongan pertama didasarkan atas
parah atau tidaknya inflasi tersebut. Adapun macam-macam inflasi :
a. Inflasi ringan (di bawah 10% setahun)
b. Inflasi
sedang (antara 10-30% setahun)
c. Inflasi
berat (antara 30-100% setahun)
d. Hiperinflasi
(diatas 100% setahun)
4. Definisi
Reformasi
a. Dalam
kamus besar bahasa Indonesia karya Drs. Adam Normiet SAE, mereka
mendefinisikan bahwa reformasi adalah suatu sikap untuk melakukan perubahan
radikal dalam rangka untuk melakukan perbaikan dalam kehidupan masyarakat,
maupun bangsa-negara.
b. Reformasi
yaitu susunan tatanan prikehidupan yang lama diganti dengan prikehidupan yang
baru secara hukum untuk menuju perbaikan yang lebih baik. (Mahir Ilmu Sejarah Praktis dan Lengkap, hlm. 176)
Melihat kondisi politik dan ekonomi Indonesia yang
begitu parahnya dan tidak terkendali, maka menjadikan rakyat Indonesia semakin
kritis dan berani untuk mengkritik pemerintah. Keberanian tersebut yaitu dengan
berpendapat bahwa Indonesia di bawah pemimpin Orde Baru tidak berhasil untuk
menciptakan negara yang makmur, adil dan sejahtera berdasarkan pancasila dan
UUD 1945.
Atas berbagai kesadaran tersebutlah maka secara
bersama-sama dengan dipelopori oleh para mahasiswa dan para cendikiawan
melakukan aksi besar-besaran yang dikenal dengan gerakan reformasi. Tujuan dari
gerakan reformasi ini tak lain adalah untuk melakukan perubahan dan
memperbaharui tatanan kehidupan maasyarakat berbangsa dan bernegara agar sesuai
dengan nilai yang terkandung dalam pancasila dan UUD 1945 baik dalam ekonomi,
politik, hukum dan budaya.
B. Pembahasan
1. Latar Belakang Terjadinya Krisis Moneter di Indonesia
Krisis pertama yang dialami Indonesia pada Orde Baru
adalah kondisi ekonomi yang sangat parah warisan Orde Lama. Selama periode
1962-1966 telah membawa Indonesia dalam kesulitan ekonomi yang sangat berat.
Inflasi mencapai 650%. Korupsi merajalela. Barang pokok sehari-hari mengalami
kelangkaan dimana-mana. Kondisi buruk tersebut diperparah dengan krisis politik
yang akhirnya memuncak pada Tragedi Nasional dengan korban jiwa banyak orang
pada tanggal 30 September 1965.
Melalui usaha keras disertai bantuan negara-negara
donor, Indonesia akhirnya berhasil bangkit kembali. Selama tiga dasawarsa
berikutnya, Indonesia menikmati pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, bahkan
disebut sebagai negara Asia berkinerja tinggi oleh bank dunia. Namun dibalik
itu semua, salah satu ciri dari perekonomian Indonesia adalah “Lebih Besar
Pasak Daripada Tiang”. Julukan tersebut menggambarkan bahwa bangsa Indonesia
terlalu boros, sehingga pengeluaran atau pembelajaan negara lebih besar
daripada pendapatan, dan lebih banyak membeli dari luar negeri daripada menjual
barang keluar negri. Hal ini mengakibatkan ketergantungan dana pada luar negri
semakin melambung.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi selama ini, yang
selalu dijadikan suatu alasan oleh pemerintah untuk mengatakan bahwa
fundamental ekonomi Indonesia sangat kokoh, membuat banyak perusahaan swasta
yang juga meminjam uang keluar negri yang tidak dilandasi oleh kelayakan
ekonomi. Suku bunga diluar negri yang lebih murah, serta kepercayaan
bahwa pemerintah akan menjaga stabilitas kurs rupiah, menyebabkan utang luar
negri menjadi sumber dana yang menarik, murah, dan tak banyak mengandung resiko
kurs. Ketika perusahaan swasta beramai-ramai mencari pinjaman luar negri, pada
saat yang sama bank-bank luar negri berlomba mencari bisnis di Indonesia. Sebab
bagi mereka, Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta merupakan
lahan bisnis yang tak bisa dilewatkan begitu saja. Dan bank-bank ini tak
melihat beberapa kelemahan dan resiko yang memang tersembunyikan oleh tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Sehingga memasuki dasawarsa 1990-an, pemerintah Orde
Baru mulai menampakan kekurangan-kekurangannya yang mendapat kritik tajam,
karena pemerintah yang terlalu sentralis, serta munculnya korupsi, kolusi dan
nepotisme secara signifikan. Tetapi, semua kritik tersebut tidak mendapat
perhatian yang serius dari pemerintahan saat itu. Sementara dalam pembangunan
perekonomian di Indonesia, tampak pertumbuhan yang sangat pesat. Bahkan dalam
laporan tahunan tahun 1997, bank dunia masih meramalkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada tingkat rata-rata 7,8 persen.
Pada pertengahan 1997, kawasan Asia terkena krisis
finansial, dipicu dengan menurunnya mata uang Thailand baht terhadap dollar AS
pada 2 Juli 1997, dari 24,7 baht menjadi 29,1 baht per dollar AS. Pada saat itu
IMF (International Monetary Fund) sudah memberikan paket pinjaman pada
Thailand sebesar US$17.2 milyar. Tapi krisis keuangan terus berlanjut. Sebanyak
56 dari 58 investment house Thailand ditutup pada tanggal 8 Desember 1997.
Krisis penurunan nilai mata uang baht diikuti
negara-negara Asia Tenggara dan Asia Timur lainnya, seperti Filiphina,
Malaysia, Indonesia, dan Korea Selatan. Negara-negara ini di perkirakan
memiliki struktur perekonomian tidak jauh berbeda dengan Thailand. Krisis
memicu pelarian modal asing dari negara-negara tersebut, membuat sistem
perbankan di negara-negara tersebut ambruk satu demi satu. Ketika krisis
melanda Thailand, nilai baht terhadap dollar anjlok dan menyebabkan nilai
dollar menguat. Penguatan nilai tukar dollar berimbas ke rupiah.
Di Indonesia, tanda-tanda adanya krisis terjadi pada
minggu kedua Juli 1997, ketika kurs rupiah merosot dari Rp. 2.432 per dollar AS
menjadi sekitar Rp. 3.000 per dollar AS. Sejak saat itu, posisi mata uang
Indonesia mulai tidak stabil. Padahal pada saat itu hutang luar negri
Indonesia, baik swasta maupun pemerintah sudah sangat besar. Tatanan
perbankan nasional kacau dan cadangan devisa semakin menipis. Bank
Indonesia berusaha membuat sejumlah kebijakan dengan melebarkan rentang kendali
rupiah, namun krisis moneter yang diikuti dengan semakin menipisnya tingkat
kepercayaan, membuat nilai rupiah semakin sulit dikontrol.
Krisis moneter yang terjadi di Indonesia sejak awal
Juli 1997, di akhir tahun itu telah berubah menjadi krisis ekonomi. Melemahnya
nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, menyebabkan harga-harga naik drastis.
Banyak perusahaan-perusahaan dan pabrik-pabrik yang melakukan PHK secara
besar-besaran. Jumlah pengangguran meningkat dan bahan-bahan sembako semakin
langka. Krisis ini tetap terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia dimasa
lalu dipandang cukup kuat dan di sanjung-sanjung oleh bank dunia.
Hingga akhirnya, pada tanggal 8 Oktober 1997 Presiden
Soeharto mengundang IMF untuk membantu krisis yang terjadi di Indonesia. Namun
sayangnya, paket bantuan tersebut tidak banyak membantu, justru sebaliknya
semakin menambah beban hutang untuk rakyat Indonesia.
a) Keterlibatan IMF
Indonesia pertama kali menjadi anggota IMF pada
tanggal 15 April 1954, dan pada bulan Mei 1965 Indonesia keluar dari IMF.
Kemudian Indonesia menjadi anggota IMF kembali pada 23 Februari 1967.
Dalam keanggotaannya Indonesia telah menunjuk Gubernur
Bank Indonesia sebagai Governor Of The Fund (Gubernur IMF)
untuk Indonesia dan mentri keuangan sebagai Alternate Governor Of The
Fund (Gubernur pengganti IMF) untuk Indonesia.
Selama menjadi anggota IMF, Indonesia sudah menerima
beberapa fasilitas. Fasilitas pinjaman IMF yang pertama kali dimanfaatkan oleh
Indonesia adalah The Four Credit Tranche. Penarikan credit tranche
pertama dapat dilaksanakan setelah disetujui oleh IMF, yaitu sebesar USD 51,75
juta dengan jangka waktu pinjaman selama satu tahun. Pinjaman tersebut terus
berlanjut sampai dengan penarikan keempat sebesar USD 50 juta yang disetujui
pada tanggal 14 April 1971. Dengan demikian pada tahun tersebut, total pinjaman
Indonesia terhadap IMF mencapai USD 148,4 juta. Fasilitas tersebut diterima
Indonesia dalam rangka mengatasi krisis sebagai akibat kebangkrutan pada
pemerintah di awal pemerintahan Orde Baru.
Selanjutnya pada 12 Januari 1983 Indonesia kembali
memanfaatkan fasilitas Bufferstock Financing Facility (BFF)
untuk membayar iuran bufferstock timah dan karet dalam rangka menstabilikan
harga-harga komoditas tersebut di pasar dunia. Fasilitas lainnya yang pernah
dimanfaatkan Indonesia adalah Compensatory Financing Facility (CFF).
Fasilitas ini diberikan kepada para anggota yang mengalami kesulitan neraca
pembayaran (bersifat sementara) sebagai akibat berkurangnya penerimaan ekspor
yang disebabkan oleh faktor-faktor diluar kekuasaan negara-negara yang
bersangkutan.
Hingga akhirnya,
ketika krisis moneter melanda Indonesia, Presiden Soeharto kembali mengundang
IMF untuk membantu menanggulangi krisis pada Oktober 1997. Melalui beberapa
perundingan akhirnya IMF memberikan bantuan sebanyak 23 milayar dollar. Langkah
pertama yang dilakukan oleh IMF dalam menanggulangi krisis di beberapa negara
Asia adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap perekonomian
negara-negara tersebut. Untuk itu IMF melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Membantu
negara-negara yang paling parah terkena krisis (Indonesia, Thailand, Korea
Selatan) melalui program stabilisasi dan reformasi ekonomi;
2) Memberikan
pinjaman sebesar SDR 26 milyar atau setara dengan USD 35 milyar kepada
Indonesia, Thailand, Korea Selatan dan membantu menggalang pinjaman dari
sumber-sumber multilateral dan bilateral untuk mendukung program reformasi
tersebut;
3) Mengintensifkan
konsultan dengan negara-negara anggota IMF lainnya yang terkena dampak krisis
yang memerlukan langkah-langkah penanggulangannya.
Seiring dengan ketiga hal tersebut, IMF melakukan
beberapa upaya segera sebagai berikut :
1) Menerapkan
kebijakan moneter dan fiskal yang ketat untuk menahan depresiasi mata uang
lebih lanjut;
2) Memperbaiki
kelemahan sistem keuangan, yang di anggap sebagai penyebab utama terjadinya
krisis;
3) Reformasi
struktural yang menghambat pertumbuhan ekonomi (seperti monopoli, hambatan
perdagangan dan praktek perusahaan yang tidak transparan).
Namun dibalik kebijakan-kebijakannya, ternyata paket
bantuan yang diberikan IMF tidak banyak membantu rakyat Indonesia. Justru paket
bantuan IMF itu yang dalam pengguanaannya terjadi banyak penyelewengan malah
semakin menambah beban hutang yang harus ditanggung oleh rakyat Indonesia.
Kebijakan pemerintah menutup 16 bank membuat pelaku usaha semakin hilang arah.
Nilai rupiah semakin terperosok pada level Rp. 5.097 per dollar AS. Pada 8
Januari, rupiah semakin lemah menjadi Rp. 9.800 per dollar AS dan mencapai Rp.
11.050 pada akhir Januari 1998.
a. Faktor Penyebab Krisis
Terdapat beberapa pendapat para ahli mengenai
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya krisis finansial disuatu negara,
diantaranya:
1. Menurut
sekelompok peneliti, yakni Tambunan (1998), Kaminsky dan Reinhart (1996) dan
Krugman (1979), yang berpendapat bahwa penyebab utama suatu krisis ekonomi
adalah karena rapuhnya fundamental ekonomi domestik dari negara yang
bersangkutan, seperti defisit transaksi berjalan yang besar dan terus menerus
dan utang luar negri jangka pendek yang sudah melewati batas normal.
2. Anwar
Nasution (1998) melihat besarnya defisit neraca berjalan dan utang luar negri
ditambah lemahnya sistim perbankan nasional sebagai akar terjadinya krisis
finansial
3. Menurut
kelompok peneliti lain, yakni Eichengreen dan Wyplosz (1993), Martinez Peria
(1998), dan Obsfeld (1986) berpendapat bahwa krisis ekonomi terjadi karena
hancurnya sistem penentuan kurs tetap di negara-negara yang fundamental ekonomi
atau pasarnya baik.
4. Lepi T.
Tarmidi berpedapat bahwa penyebab utama dari terjadinya krisis adalah
merosotnya nilai tukar mata uang terhadap dollar AS yang sangat tajam.
Melihat dari
beberapa pendapat para ahli tersebut, maka faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya krisis moneter di Indonesia antara lain:
1. Stok
hutang luar negeri swasta yang sangat besar dan umunya berjangka pendek, telah
menciptakan kondisi bagi ketidakstabilan di Indonesia. Hal ini diperburuk oleh rasa percaya diri yang berlebihan bahkan
cenderung mengabaikan, dari para menteri bidang ekonomi maupun masyarakat
perbankan sendiri mengahadapi besarnya persyaratan hutang swasta tersebut.
Pemerintah
selama ini selalu ekstra hati-hati dalam mengelola hutang pemerintah (atau
hutang publik lainnya), dan senantiasa menjaganya dalam batas-batas yang dapat
tertangani. Akan tetapi untuk hutang yang dibuat oleh sektor swasta Indonesia,
pemerintah sama sekali tidak memiliki mekanisme pengawasan. Setelah krisis
berlangsung, barulah disadari bahwa hutang swasta tersebut benar-benar menjadi
masalah serius. Antara tahun 1992-1997, 85% dari penambahan hutang luar negeri
Indonesia berasal dari pinjaman swasta (bank dunia, 1998). Hal ini mirip dengan
yang terjadi di negara-negara lain di Asia yang dilanda krisis.
2. Banyaknya
kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan sistemik
perbankan tersebut, masalah hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi
masalah perbankan dalam negeri.
Ketika
liberalisasi sistem perbankan diberlakukan pada pertengahan tahun 1980,
mekanisme pengendalian dan pengawasan dari pemerintah tidak efektif dan tidak
mampu mengikuti cepatnya pertumbuhan sektor perbankan. Yang lebih parah, hampir
tidak ada penegakan hukum terhadap bank-bank yang melanggar ketentuan,
khususnya dalam kasus peminjaman ke kelompok bisnisnya sendiri, konsentrasi
pinjaman pada pihak tertentu, dan pelanggaran kriteria layak kredit. Pada waktu
yang bersamaan banyak sekali bank yang sesungguhnya tidak bermodal cukup, namun
tetap dibiarkan beroprasi. Semua ini menyebabkan ketika nilai rupiah mulai
terdepresiasi, sistem perbankan tidak mampu menempatkan dirinya sebagai peredam
kerusakan, tetapi menjadi korban langsung akibat neraca yang tidak sehat.
3. Sejalan
dengan semakin tidak jelasnya perubahan politik, maka isu tentang pemerintahan
otomatis berkembang menjadi persoalan ekonomi pula.
4. Hilangnya
kepercayaan dunia maupun masyarakat Indonesia sendiri terhadap perkembangan
ekonomi Indonesia, sehingga menghambat laju gerak pertumbuhan ekonomi yang
menyebabkan Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan.
b. Berakhirnya Rezim Orde Baru
Krisis moneter telah memberikan pengaruh besar untuk
bangsa Indonesia. Dimulai dengan menurunnya nilai kurs rupiah terhadap dollar
AS. Hal ini semakin membuat masyarakat resah dan takut akan kenyataan-kenyataan
yang menimpa mereka. Ternyata pemerintah bukan saja tidak berhasil memberantas
korupsi, justru sebaliknya malah semakin menyuburkannya. Ini terjadi dalam
pemerintahan pusat dan daerah, dari jabatan tertinggi sampai yang paling bawah.
Kolusi yang menyebarkan monopoli telah melebarkan jurang antara kaya dan
miskin, karena hanya sekelompok orang saja yang menikmati kesempatan dari
fasilitas-fasilitas khusus di bidang ekonomi, sementara sebagian besar rakyat
hidup dibawah garis kemiskinan.
Globalisasi dan
perkembangan masyarakat dunia yang transparan dan sarat informasi, mendorong
berlangsungnya perubahan-perubahan pesat. Hidup didalam polemik ekonomi yang
tak terarah, membuat rakyat memiliki banyak kebebasan, transparan lebih besar,
lebih berani tapi sekaligus juga semakin bingung, lebih pesimistis tentang masa
depan mereka, bahkan lebih abai.
Kecemasan
masyarakat itu akhirnya terefleksikan dalam aksi-aksi unjuk rasa, terutama
dimotori oleh kalangan mahasiswa. Pada mulanya, belum terdengar tuntutan agar
Presiden mengundurkan diri. Namun selanjutnya, semakin tampak dukungan rakyat
kepada pemerintah mulai surut. Akhirnya unjuk rasa bukan lagi menuntut
perubahan politik dan ekonomi, melainkan menuntut perubahan kepemimpinan
nasional. Sejak itu, tuntutan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin
nyaring.
Kegalauan masyarakat juga terungkap dalam dalam
pemberitaan media massa. Jika media massa sebelumnya dibatasi oleh berbagai
ketentuan dalam pemberitaan, justru menampakan keberanian dan independensinya.
Media massa mulai bebas menurunkan pemberitaan dan opini yang menyuarakan
aspirasi rakyat. Pers nasional tersebut kian mendapat tempat, dengan adanya
kebijakan lunak dari pemerintah, seiring dengan tuntutan reformasi.
Rangkaian aksi
kerusuhan mencapai puncaknya ditandai dengan meletusnya Tragedi Trisakti pada
tanggal 12 Mei 1998. Pada waktu itu, mahasiswa Universitas Trisakti sedang
melancarkan aksi unjuk rasa, namun mereka dihadang oleh aparat keamanan, dan
terjadilah bentrokan yang menewaskan empat orang mahasiswa akibat tembakan peluru
tajam. Tragedi ini menjadi bagian pemicu bagi rangkaian kerusuhan yang lebih
besar pada tanggal 13-15 Mei.
Kerusuhan juga
berlangsung di beberapa daerah, telah menimbulkan korban ratusan jiwa dan harta
benda. Aksi-aksi kekerasan massa, perusakan, pembakaran, penjarahan, hingga
tindakan asusila, menimbulkan kesedihan dan luka yang dalam bagi bangsa
Indonesia. Aksi kekerasan itulah adalah perbuatan diluar dugaan, karena
dilakukan sesama rakyat Indonesia yang sebelumnya terkenal dengan keramahan dan
kesantunannya.
Ketika puncak peristiwa kerusuhan ini terjadi,
Presiden Soeharto sedang berada di Kairo Mesir untuk mengadakan pertemuan
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada tanggal 13-14 Mei 1998. Melihat semua
peristiwa yang memilukan ini, Wakil Presiden menyampaikan pernyataan
keprihatinan pemerintah yang amat mendalam dan seruan kepada masyarakat agar
menahan diri. Pernyataan dan seruan in dibacalan di istana Wakil Presiden pukul
23.00 WIB.
Di Jakarta,
korban-korban akibat kerusuhan telah berjatuhan. Pemerintah daerah Tanggerang
mencatat lebih dari seratus jenazah hangus terbakar di sebuah kompleks
pertokoan. Pemda Bekasi juga menemukan puluhan mayat korban kerusuhan. Pusat
penerangan ABRI melaporkan jumlah korban jiwa mencapai 500 orang. Belum lagi
kerusuhan yang terjadi di Surakarta Jawa Tengah dan beberapa daerah lain,
diperkirakan korban melebihi jumlah tersebut.
Gubernur DKI
Jakarta, Sutiyoso, kepada pers mengumumkan total kerugian fisik bangunan di
taksir mencapai 2,5 triliun rupiah lebih, belum termasuk isinya. Kerugian
akibat kerusuhan ini jauh lebih buruk dibandingkan dengan kerusuhan Malapetaka
15 Januari 1974 atau dibandingkan dengan kasus 27 Juli 1996 yang menghancurkan
puluhan bangunan dan sejumlah kendaraan senilai 100 milyar rupiah, belum
termasuk korban jiwa.
Tersangka
kerusuhan tersebut mencapai sekitar 1.000 orang yang sempat di tangkap
aparatur. Mereka adalah para pelaku kerusuhan dan penjarahan di Jakarta dan
sekitarnya.
Setelah Presiden
Soeharto selesai mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Kairo Mesir,
13-14 Mei 1998, Presiden Soeharto mengadakan acara silaturahmi dengan
masyarakat Indonesia yang berada di Kairo. Sebagaimana dikutip beberapa media,
Presiden Soeharto mengatakan, bila rakyat tidak lagi memberi kepercayaan
dirinya sebagai Presiden, maka ia siap mundur dan tidak akan mempertahankan
kedudukannya dengan kekuatan senjata. Ia selanjutnya akan mengundurkan diri dan
mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan keluarga, anak-anak dan
cucu-cucu.
Setelah melewati
proses yang panjang, akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto
menyampaikan pidato pengunduran dirinya dari jabatan Presiden Republik
Indonesia. Sesuai dengan pasal 8 UUD 1945, yang berbunyi “bila Presiden
mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya” maka
B.J Habibie yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden secara resmi
mengganti jabatan Presiden Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia yang
ke-3. Hal ini menandai berakhirnya Rezim Orde Baru dan menjadi titik awal dari
Era Reformasi.
2. Dampak Terjadinya Krisis Moneter
Sejak bulan Juli 1997, Indonesia mulai terkena imbas
krisis moneter yang menimpa dunia khususnya kawasan Asia Tenggara. Struktur
ekonomi nasional Indonesia pada saat itu masih lemah untuk mampu menghadapi
krisis global tersebut. Tentu saja hal ini memberikan dampak yang sangat besar
untuk bangsa Indonesia.
Salah satu kebanggaan pada masa pemerintahan Presiden
Soeharto yang selalu dikedepankan adalah keberhasilannya mengurangi jumlah
penduduk miskin. Pada tahun 1970, ada 70 juta orang miskin atau sekitar 60%
dari jumlah penduduk Indonesia pada saat itu. Setelah itu, jumlah penduduk
miskin terus mengalami penurunan secara konsisten. Pada tahun 1996, jumlah
penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan tersisa 22,5 juta jiwa atau
11,2% dari jumlah penduduk.
Krisis
ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 telah memaksa puluhan juta
penduduk Indonesia kembali terpuruk hidup di bawah garis kemiskinan. Pemicu
utamanya adalah meroketnya harga-harga kebutuhan pokok, terutama pangan. Hal
ini disebabkan karena unsur pangan didalam perhitungan angka garis kemiskinan
teramat dominan, yaitu lebih dari 80%. Akibatnya, kenaikan harga pangan menjadi
sangat berpengaruh terhadap perubahan jumlah penduduk miskin di Indonesia.
Selain itu, dengan memburuknya indikator-indikator
makroekonomi telah merambah ke sendi-sendi dunia usaha, sehingga membuat
eksistensi sektor usaha kian melemah. Ketergantungan yang cukup tinggi pada
bahan baku impor, membuat biaya produksi membengkak. Selain itu, para pengusaha
kesulitan membuat kalkulasi biaya produksi dan menentukan harga jual produk
karena pergerakan kurs yang sangat berfluktuasi. Belum lagi persoalan
ditolaknya Letter Of Credit yang dikeluarkan oleh bank-bank
nasional Indonesia, yang sangat menyulitkan pengusaha untuk mengekspor hasil
produksinya.
Masalah yang menerpa dunia usaha secara bertubi-tubi,
akhirnya membuat para pengusaha melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara
besar-besaran. Hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran yang sudah
meningkat sejak tahun 1995, sementara Indonesia pada saat itu dihadapkan pada
pertambahan 3,2 juta jiwa angkatan kerja baru setiap tahun. Sehingga pada tahun
1998 mengalami peningkatan jumlah pengangguran terbuka dari 4,68 juta orang
menjadi 5,46 juta orang. Demikian pula jumlah setengah pengangguran, meningkat
dari 28,2 juta jiwa pada tahun 1997 menjadi 32,1 juta jiwa pada 1998.
Pertambahan jumlah penganggur dan setengah penganggur tersebut mengakibatkan
penurunan pendapatan masyarakat, selanjutnya berimplikasi pada krisis sosial di
berbagai bidang dan memengaruhi keamanan masyarakat.
Dampak lain yang didapatkan adalah dengan hilangnya
kepercayaan Internasional terhadap Indonesia, biaya sekolah luar negri
melonjak, laju inflasi yang semakin tinggi, meningkatnya kemiskinan dan
persediaan barang nasional, khususnya sembilan bahan pokok semakin menipis di
pasaran, menyebabkan harga kebutuhan bahan pokok semakin naik artinya biaya hidup
pun semakin tinggi.
Sebenarnya selain dampak negatif, krisis moneter pun
memberikan dampak positif untuk bangsa Indonesia. Secara umum impor barang,
termasuk impor buah menurun tajam. Hal ini tentu saja memberikan kesempatan
bagi para pengusaha kecil dalam negri untuk mengembangkan usahanya. Selain itu
perjalanan keluar negeri dan pengiriman anak untuk sekolah ke luar negeri ikut
berkurang. Namun secara keseluruhan, dampak negatif dari krisis moneter lebih
besar dari dampak positifnya.
3. Peranan B.J Habibie di Indonesia Pasca Krisis Moneter
Presiden B.J Habibie mewarisi kondisi negara yang
kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto pada masa Orde Baru. Pada saat itu,
perekonomian Indonesia sudah di ambang kebangkrutan. Produksi macet, tingkat suku
bunga meroket, perbankan dan lembaga-lembaga lainnya merosot. Cadangan devisa
menipis karena ekspor tersendat, sedangkan kebutuhan impor tidak mungkin di
tekan terus, investasi asing langsung maupun tidak langsung hampir berhenti
total dan pencairan pinjaman luar negeri yang telah disepakati mengalami
penundaan. Sementara itu, inflasi meningkat mencapai tiga digit, jumlah
pengangguran meledak mencapai belasan juta, dan sekitar 100 juta orang atau
separuh penduduk Indonesia berada di tepi jurang kemiskinan.
Pengangkatan B.J Habibie sebagai Presiden menimbulkan
berbagai macam kontroversi bagi masyarakat Indonesia. Untuk pihak yang pro
menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional sesuai dengan pasal 8 UUD
1945. Namun sebaliknya untuk pihak yang kontra menganggap bahwa pengangkatan
B.J Habibie dianggap tidak konstitusional. Tiga hari setelah dilantik menjadi
Presiden ke-3 Republik Indonesia, di sela-sela beredarnya berbagai opini publik
yang bernada merendahkan atas kemampuan B.J Habibie memimpin bangsa Indonesia,
Presiden B.J Habibie segera membentuk suatu kabinet yang disebut Kabinet
Reformasi Pembangunan dalam waktu kurang dari satu hari. Tugas pokok kabinet
tersebut adalah menyiapkan proses reformasi :
a. Di bidang
politik antara lain dengan memperbaharui berbagai perundang-undangan dalam
rangka lebih meningkatkan kualitas kehidupan berpolitik yang bernuansa pada
pemilu sebagaimana yang di amanatkan oleh Garis-garis Besar Haluan Negara.
b. Di bidang
hukum antara lain meninjau kembali Undang-Undang Subversi.
c. Di bidang
ekonomi dengan mempercepat penyelesaian Undang-Undang yang menghilangkan
praktik-praktik monopoli dan persaingan tidak sehat.
Disamping itu, dalam bidang ekonomi, pemerintah juga
akan memberikan perhatian khusus terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), revitalisasi lembaga perbankan dan keuangan nasional,
serta program-program yang menyentuh masyarakat banyak.
Kemudian pada tanggal 25 Mei 1998 Presiden Habibie
mengadakan sidang kabinet bersama para menteri di sebelah ruang kerja Presiden
di Bina Graha. Dalam sidang kabinet tersebut, Presiden Habibie menyampaikan
sasaran kerja. Khususnya dalam bidang ekonomi, Presiden menetapkan dua sasaran
utama, yaitu:
1) Mengatasi
masalah-masalah mendesak yang ditimbulkan oleh krisis ekonomi;
2) Melanjutkan
dan mempercepat langkah-langkah reformasi ekonomi.
Masalah-masalah mendesak yang menjadi perhatian dan
perlu di tangani adalah :
1) Memulihkan
kepercayaan kepada rupiah dan mengendalikan laju inflasi;
2) Menggerakan
kembali roda produksi dan arus perdagangan, yang akhir-akhir ini mengalami
berbagai hambatan;
3) Mendorong
bidang-bidang kegiatan ekonomi yang dapat bangkit kembali dalam waktu singkat,
termasuk sektor pertanian dan agrobisnis, industri ekspor, industri yang
memanfaatkan sumber daya alam dan sektor pariwisata;
4) Mengamankan
pelaksanaan APBN;
5) Memberikan
perhatian khusus kepada golongan masyarakat yang terkena dampak krisis ekonomi
dengan memprioritaskan program-program padat karya, menyediakan kebutuhan pokok
(khususnya bahan makanan dan obat-obatan) serta mendukung usaha kecil,
koperasi, dan kegiatan ekonomi rakyat, serta mengembangkan dan meningkatkan
peranan bank-bank perkreditan rakyat;
6) Mempercepat
penyelesaian bank-bank yang berada dibawah pengawasa BPPN (Badan Penyehatan
Perbankan Nasional) dalam rangka pembenahan sektor perbankan;
7) Mempercepat
upaya mengatasi masalah utang luar negeri swasta;
8) Meningkatkan
upaya untuk memperkuat dukungan dan kepercayaan dari masyarakat internasional,
terutama negara-negara sahabat dan lembaga-lembaga keuangan internasional;
9) Melengkapi
dan memperbaharui perangkat perundang-undangan yang di perlukan untuk menunjang
proses reformasi ekonomi.
Presiden Habibie juga memisahkan Bank Indonesia dari
Kabinet Reformasi Pembangunan. Alasannya karena keadaan Indonesia pada saat itu
sangat tidak menentu, sehingga Presiden harus berhati-hati dalam mengambil
kebijakan secara cepat dan tepat. Oleh karena itu, peran BI akan lebih pasti
dan harus dikelola oleh tim yang profesional serta berdedikasi tinggi. Tim
tersebut harus dapat berkarya menghadapi kendala politik, bebas berfikir dan
beranalisis murni secara profesional, yang tentu saja tidak boleh di atur dan
di arahkan oleh Presiden yang kedudukannya sangat politis dan kepentingannya
mungkin dapat bertentangan dengan hasil analisis dan kebijakan profesional.
Dengan kata lain, tim pimpinan BI harus memberi perhatian penuh pada tugas yang
diharapkan oleh rakyat, yaitu menghasilkan mata uang rupiah yang kuat, nilai
tukar yang stabil dan berkualitas tinggi. Sehingga untuk menjamin keberhasilan
tujuan memelihara stabilitas nilai rupiah diperlukan bank sentral yang memiliki
kedudukan yang independen.
Selain itu, dalam upaya menanggulangi masalah
pengangguran, pemerintah telah melakukan Program Penanggulangan Dampak
Kekeringan Dan Mengurangi Kemiskinan (PDKMK) dan Program Penanggulangan
Penganggur Terampil (P3T). Dalam perjalanannya, PDKMK telah dapat menyerap
3.429.000 selama 3-4 bulan, sedangkan untuk P3T dapat mempekerjakan sebanyak
70.000 orang tenaga kerja terampil pada lembaga ekonomi produktif yaitu
koperasi dan perusahaan kecil menengah maupun wirausaha baru.
Hingga akhirnya, melalui pembentukan Kabinet Reformasi
Pembangunan dan segala kebijakan-kebijakannya dalam memimpin suatu negara,
Presiden Habibie telah membawa perubahan yang signifikan bagi bangsa Indonesia,
khususnya dalam bidang ekonomi. Banyak keberhasilan-keberhasilan yang telah
dicapai, diantaranya :
a. Kembalinya
kepercayaan terhadap bangsa Indonesia, baik dari masyarakat Indonesia maupun
dunia internasional. Dengan pulihnya kepercayaan secara bertahap, maka nilai
tukar rupiah menjadi lebih stabil dan secara bertahap membaik dan akhirnya
mencapai tingkat wajar. Hal ini telah meredam tekanan inflasi, sehingga laju
inflasi terus menurun. Harga barang-barang pokok, serta subsidi yang harus di
sediakan juga menurun secara bertahap. Menurunnya inflasi diikuti dengan menurunnya
tingkat suku bunga dan hal ini juga mendorong bangkitnya kembali kegiatan
ekonomi dalam negeri;
b. Nilai rupiah
mengalami penguatan, inflasi menurun tajam, dan ketersediaan serta distribusi
kebutuhan pokok tidak lagi menjadi permasalahan. Pada periode Januari-September
1999, laju inflasi hanya mencapai 2%, padahal laju inflasi pada periode
sebelumnya sebesar 75,47%. Ditinjau dari indeks harga konsumen, harga-harga
pada bulan September 1999 dibandingkan dengan harga pada bulan yang sama tahun
sebelumnya hanya naik 1,25%. Padahal setahun sebelumnya, harga-harga naik 82,4%
dibandingkan harga-harga pada bulan september 1997. Penurunan tingkat inflasi
yang sangat berarti ini terjadi bukan karena penurunan daya beli, tetapi
terutama disebabkan oleh perbaikan nilai tukar rupiah dan keseimbangan antara
ketersediaan pasokan dengan kebutuhan pangan, serta lancarnya distribusi 9
bahan pokok. Nilai tukar rupiah menurun hingga mendekati Rp. 6.000 per dollar
AS, sekalipun pernah melemah hingga mencapai Rp. 9.000 per dollar AS akibat
kekacauan yang terjadi di Timor Timur.
c. Membaiknya
perbankan Indonesia, pemerintah telah melakukan upaya merestrukturisasi sektor
perbankan, dari 160 bank komersial yang beroprasi pada bulan Juli 1997, 48 bank
telah dilikuidasi, 16 bank diambil alih dan 11 bank direkapitalisasi dengan
bantuan pemerintah. Aset-aset bank yang dibekukan diambil alih dan dikelola
oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Jumlah aset perbankan yang telah
dialihkan ke badan tersebut sampai saat ini telah mencapai Rp. 350 triliun,
yang kemudian aset-aset ini ditawarkan kepada investor. Investor asing mulai
berminat, bahkan beberapa diantaranya telah mengambil alih saham bank. Ini
berarti telah mulai kembalinya aliran modal ke dalam negeri.
d. Kembali
berjalannya usaha kecil, menengah dan koperasi; pemerintah telah
memprioritaskan kelompok usaha ini dalam rangka pengembangan ekonomi rakyat
dikarenakan kelompok usaha ini merupakan 99% dari pelaku ekonomu nasional dan
menyerap sekitar 88% tenaga kerja. Untuk membantu usaha kecil dan menengah
pemerintah telah melakukan penyederhanaan perizinan agar dapat meringankan
beban mereka. Selain itu pemerintah juga telah menyediakan berbagai program
penyaluran kredit untuk membantu mereka dalam memeperoleh modal usaha.
e. Penurunan
angka kemiskinan dan pengangguran; seiring mulai berjalanannya kegiatan ekonomi
di dunia usaha, angka pengangguran pun semakin berkurang. Pada tahun 1998,
perusahaan-perusahaan yang melakukan PHK sebanyak 922 kasus meliputi 121.686 orang.
Sementara pada tahun 1999 turun menjadi 117 kasus meliputi 16.000 pekerja.
Dengan demikian, dari tahun 1998 sampai dengan 1999, terdapat penurunan
Pemutusuan Hubungan Kerja sebesar 805 kasus. Penururnan kasus PHK tersebut
disebabkan karena mulai membaiknya kondisi perekonomian. Data tersebut adalah
resmi yang dipergunakan di Bappenas dan Departemen lainnya bersumber pada Biro
Pusat Statistik. Sementara itu dari data survei yang dilakukan pada bulan
Agustus 1999, dibandingkan dengan hasil survei yang sama pada bulan Desember
1998, terindikasikan penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 12 juta jiwa,
sehingga jumlah total penduduk miskin diperkirakan sebesar 35 juta jiwa atau
sebesar 17,6% dari total penduduk Indonesia. Data ini memberikan indikasi bahwa
penekanan laju inflasi sangat membantu meringankan beban penduduk miskin.
2015
Bahasan yang pertama seputar Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 : Saat ASEAN
di simpang jalan. Dalam
wawancara dengan Kompas di pengujung masa jabatannya, beberapa waktu
lalu, Sekretaris Jenderal ASEAN Surin Pitsuwan mengingatkan tentang tantangan
besar yang akan dihadapi ASEAN pada masa depan.
Tentangan besar, terutama yang dalam beberapa
kesempatan nyaris memecah kesatuan ASEAN, ialah sengketa wilayah Laut China
Selatan. Empat anggota ASEAN yaitu Brunei, Malaysia, Filipina, dan Vietnam,
bersengketa dengan China dan Taiwan di perairan tersebut.
Terjepit. Melihat
semua itu, tak mengherankan jika Surin mengingatkan agar ASEAN jangan sampai
terjepit di tengah berbagai kepentingan dan pengaruh negara-negara besar
di luar kawasan. Fenomena negara adidaya untuk melindungi dan mempromosikan
kepentingan masing-masing, jika perlu dengan cara memaksa, akan terus menguat.
Semua pihak terkesan kuat ingin memiliki akses sebesar
mungkin terhadap kawasan yang punya masa depan cerah, terutama dalam konteks
ekonomi. Lalu, apakah ASEAN mampu mempertahankan sentralitas dan kesatuannya?
Sejumlah kalangan punya keyakinan sendiri-sendiri. Menurut Surin, kesepuluh
negara anggota ASEAN harus berupaya keras untuk tak memihak pada kekuatan
manapun.
Akankah
Bertahan? Pertanyaannya kemudian seberapa kuat ASEAN mampu
bertahan menghadapi berbagai tekanan dari pihak berpengaruh pada saat bersamaan
tetap menjadi kesatuannya? Keyakinan ASEAN untuk bertahan disuarakan
Duta Besar Uni Eropa (UE) untuk Indonesia, Brunei dan ASEAN Julian Wilson,
di Jakarta, beberapa waktu lalu.Hubungan antarnegara anggota ASEAN akan
selalu berubah dan berkembang. Uni Eropa pun seperti itu. Ide besar pembentukan
ASEAN sendiri sudah menjadi faktor pemersatu, yang membuat organisasi ini akan
bersatu, katanya. (Kompas 24, Desember 2012 hal 6).
Antisipasi
Liberalisasi Jasa ASEAN. Pemerintah dan wisata perlu mengantisipasi
penerapan liberalisasi bidang jasa di kawasan ASEAN pada tahun 2015.
Tanpa antisipasi, Indonesia tidak akan sanggup bersaing sehingga pasar bisnis
jasa di dalam negeri didominasi oleh pelaku asing. Padahal, kontribusi sektor
jasa bagi perekonomian nasional mencapai 53 persen. Direktur Perundingan
Perdagangan Jasa Kementerian Perdagangan Sondang Anggraini dalam acara
sosialisasi perdagangan bebas bidang jasa ASEAN 2015, di Jakarta, Rabu (12/12),
mengatakan bahwa antisipasi yang mendesak adalah peningkatan sertifikasi tenaga
kerja. Pasalnya, tenaga kerja menjadi ranah sensitif yang diperebutkan. Di
Negara berpendapatan menengah, jasa diperlukan sebagai mesin pencipta lapangan
kerja, katanya. Sondang menilai perdagangan jasa cukup berisiko. Oleh
karena itu, peraturan yang benar dan kebijakan tambahan lain sangat diperlukan
untuk memastikan liberalisasi memberikan banyak keuntungan ketimbang kerugian.
“Pemerintah harus mulai menciptakan kondisi yang memberikan kesempatan agar
negara bisa bersaing dengan asing. Misalnya dalam konteks tenaga kerja,
kualifikasi untuk dokter, insinyur dan tenaga arsitek, pemerintah perlu
meningkatkan standarisasinya, katanya.
Jika Indonesia mampu mengantisipasi, pengaruh
liberalisasi akan mengarah pada efisiensi pasar jasa. Dampaknya adalah pilihan
bagi konsumen meningkat, produktivitas meningkat, serta persaingan yang lebih
sehat di dorong (Kompas 13 Desember 2012).
Arah Layar
Ekonomi. Akhir tahun lalu kita dikejutkan oleh beberapa data
ekonomi yang mencemaskan. Di antara banyak data miris tersebut, angka
kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja bisa menjadi representasinya.
Pertama, selama Maret – September
2012 angka kemiskinan hanya turun 0.3 persen. Itu artinya kemampuan pemerintah
menurunkan angka kemiskinan makin lemah dari waktu ke waktu. Anehnya, penurunan
ini terjadi bersamaan dengan makin besarnya anggaran yang digunakan untuk
mengatasinya. Kedua, sampai dengan Triwulan III 2012, data Badan Pusat Statistik
menunjukkan bahwa setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi hanya mampu menyerap
180.000 tenaga kerja. Kinerja ini jauh lebih buruk ketimbang tahun 2010
(400.000 tenaga kerja) dan 2011 (225.000 tenaga kerja). Jika ditambahkan dengan
data ketimpangan pendapatan yang menganga, problem terkait kualitas
pembangunan beberapa tahun terakhir pun kian sempurna (Kompas 31 Januari
2013 hal 6).
Sektor Pertanian
Macet. Pemerintah berkilah penurunan kemiskinan yang lambat
diakibatkan oleh persentase kemiskinan yang sudah relatif rendah sehingga
setiap upaya pengurangan akan makin sulit. Argumen ini sebenarnya lemah
karena kemiskinan “alamiah” sebetulnya berada di kisaran 4 persen, yang
disebabkan oleh adanya individu yang sakit (permanen), cacat, lanjut usia, dan
lain sebagainya. Jika kemiskinan berada di kisaran 10 persen, masih
terbuka kemungkinan untuk penurunan dalam persentase yang besar. Pertumbuhan
sektor pertanian nyaris tidak pernah diatas 3 persen. Bahkan beberapa kali
hanya sedikit di atas 2 persen (padahal pertumbuhan ekonomi rata-rata 6
persen). Intinya, nyaris mustahil mengurangi kemiskinan jika sektor pertanian
tumbuh rendah (involusi pertanian). Dalam soal penciptaan lapangan kerja ini,
kegagalan pemerintah terletak pada struktur pertumbuhan ekonomi yang
didominasi sektor non-tradeable. Sektor ini memang memiliki nilai tambah yang
tinggi, tetapi elastisitas terhadap penciptaan lapangan kerja kecil.
Implikasinya, setiap pertumbuhan yang terjadi pada sektor tersebut hanya akan
menciutkan penciptaan lapangan kerja dan meningkatkan kesenjangan
pendapatan. (Kompas 31 Januari 2013 hal 6).
Bahasan yang
kedua Indonesia menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN 2015: Tantangan dan Peluang
Indonesia Hadapi ASEAN Economic Community di Seminar FEB. Tantangan
dan kesempatan Indonesia dalam menghadapi ASEAN Economic Community (Masyarakat
Ekonomi ASEAN) dibahas dalam seminar nasional dengan tema “Capturing
Opportunites for ASEAN Economic Community 2015” Jumat (14/12) di Balairung
Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Seminar yang diselenggarakan oleh
Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UKSW ini menghadirkan 2 pembicara, yaitu
Dr. Joni Swastanto (Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V, Jawa
Tengah dan DIY) dan Dr. Agus Suryono (Mantan Kepala Balitbang
Jateng).Diberlakukannya masyarakat ekonomi ASEAN tahun 2015 mendatang diakui
Joni Swastanto masih banyak masyarakat yang belum menyadari rencana
penerapannya. Sementara itu, Agus Suryono mengatakan daerah belum banyak
merespon sehingga dikuatirkan akan kehilangan kesempatan.
http://www.uksw.edu/id.php/info/detail/type/fokus/stamp/1355915296/title/tantangan-dan- peluang-indonesia-hadapi-asean-economic-community-di-seminar-feb.
MEA dipilih oleh negara-negara ASEAN untuk
meningkatkan kemakmuran ekonomi rakyatnya secara bersama-sama, mengingat cara
ini merupakan opsi yang paling efisien dibandingkan bila upaya peningkatan
kemakmuran dilakukan secara unilateral. MEA dalam upaya peningkatkan kemakmuran
ekonomi dilakukan melalui penguatan daya saing untuk memenangkan kompetisi
global, melalui tahapan integrasi pasar domestik sebagai pasar tunggal dan
integrasi basis produksi sehingga pada akhirnya mendorong peningkatan daya
saing dalam menembus pasar global. Oleh sebab itu, pencapaian MEA dilakukan
melalui empat tahapan strategis, meliputi : pencapaian pasar tunggal dan
kesatuan basis produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing, pertumbuhan
ekonomi yang merata dan terintegrasi dengan perekonomian global.
Pilar Pertama:
Sebuah Ancaman. Pada Pilar Pertama cetak biru MEA, dinyatakan
bahwa : ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional
dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil
dan aliran modal yang lebih bebas. Bila Indonesia tidak siap, maka aliran bebas
barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan modal, terlihat sebagai
ancaman daripada peluang.
http://dimastidano.wordpress.com/2012/11/28/masyarakat-ekonomi-asean-2015- peluang-atau-ancaman/.
Masyarakat
ekonomi Indonesi ASEAN 2015. Tahun 2015 ASEAN akan makin bersatu dengan
terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN di bidang politik, ekonomi dan sosial
budaya. Ada tantangan dan peluang. KTT Asean ke-20 sudah selesai dilaksanakan
di Kamboja 3-4 April 2012. KTT Asean dihadiri oleh seluruh anggota yaitu:
Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam,
Laos, Myanmar dan Kamboja. Salah satu kesepakatan penting yang akan mempengaruhi
hajat hidup rakyat Indonesia adalah makin mengerucutnya persiapan pelaksanaan
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, yakni masyarakat politik-keamanan, ekonomi dan
sosio kultural budaya.
Ada dua tantangan besar dalam membangun ASEAN
Community 2015. Pertama, jurang horizontal antara negara dengan kelas
ekonomi maju dan yang masih menengah dan maju. Kedua, jurang vertikal antara
negara yang demokratis liberal dan masih otoriter. Bagaimana kita membangun
komunitas kalau nilai-nilai yang menjadi pengikat berbeda dan taraf kehidupan
berbeda. Yang kita butuhkan sekarang dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean
2015 adalah menyelesaikan pekerjaan rumah bersama-sama. Pemerintah perlu
menyosialisasikan rencana aksi menghadapi tantangan regional. Kerjasama antar
negara menjadi tak ada artinya bila masyarakat tak terlibat.
Kesiapan
Masyarakat Indonesia Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
Indonesia adalah salah satu negara terbesar populasinya yang ada di kawasan
ASEAN. Masyarakat Indonesia adalah negara heterogen dengan berbagai jenis suku,
bahasa dan adat istiadat yang terhampar dari Sabang sampai Merauke. Indonesia
mempunyai kekuatan ekonomi yang cukup bagus, pertumbuhan ekonomi tertinggi di
dunia (4,5%) setelah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan India. Ini akan menjadi
modal yang penting untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia menuju AEC tahun
2015. Sebagai salah satu dari tiga pilar utama ASEAN Community 2015, ASEAN
Economic Community yang dibentuk dengan misi menjadikan perekonomian di ASEAN
menjadi lebih baik serta mampu bersaing dengan Negara-negara yang
perekonomiannya lebih maju dibandingkan dengan kondisi Negara ASEAN saat ini.
Selain itu juga dengan terwujudnya ASEAN Community yang dimana di dalamnya
terdapat AEC, dapat menjadikan posisi ASEAN menjadi lebih strategis di kancah
Internasional, kita mengharapkan dengan terwujudnya komunitas masyarakat
ekonomi ASEAN ini dapat membuka mata semua pihak, sehingga terjadi suatu dialog
antar sektor yang dimana nantinya juga saling melengkapi diantara para
stakeholder sektor ekonomi di Negara negara ASEAN ini sangat penting.
Untuk itu kita harus mampu meningkatkan kepercayaan
diri bahwa sebetulnya apabila kita memiliki kekuatan untuk bisa bangkit dan
terus menjaga kesinambungan stabilitas ekonomi kita yang sejak awal
pemerintahan Presiden Susilo Bamabang Yudhoyono ini terus meningkat, angka
kemiskinan dapat ditekan seminim mungkin, dan progres dalam bidang ekonomi
lainnya pun mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Dengan hal tersebut
banyak sekali yang bisa kita wujudkan terutama dengan merealisasikan
ASEAN Economy Community 2015 nanti. Stabilitas ekonomi Indonesia yang kondusif
ini merupakan sebuah opportunity dimana Indonesia akan menjadi sebuah kekuatan
tersendiri, apalagi dengan sumber daya alam yang begitu besar, maka akan sangat
tidak masuk akal apabila kita tidak bisa berbuat sesuatu dengan hal
tersebut.
Peluang, yang sudah terbuka ini, kalau tidak segera
dimanfaatkan, kita akan tertinggal, karena proses ini juga diikuti gerak negara
lain dan hal itu terus bergulir. Kita harus segera berbenah diri untuk
menyiapkan Sumber Daya Manusia Indonesia yang kompetitif dan berkulitas
global. Menuju tahun 2015 tidaklah lama, Sudah siapkah kita akan Tantangan dan
peluang bagi kalangan profesional muda kita/mahasiswa untuk tidak
terbengong-bengong menyaksikan lalu-lalang tenaga asing di wilayah kita?
Tantangan, Indonesia
ke depan adalah mewujudkan perubahan yang berarti bagi kehidupan keseharian
masyarakatnya. Semoga seluruh masyarakat Indonesia kita ini bisa membantu untuk
mewujudkan kehidupan ekonomi dan sosial yang layak agar kita bisa segera
mewujudkan masyarakat ekonomi ASEAN tahun 2015.
14/10/2012http://suarajakarta.com/2012/10/14/kesiapan-masyarakat-indonesia-menuju-masyarakat-ekonomi-asean-2015/
Bahasan yang
Ketiga Peluang dan Tantangan UKM Indonesia: Komunitas ASEAN
jadi peluang pengusaha muda. JAKARTA, kabarbisnis.com: Para pengusaha muda di dalam negeri menyambut baik rencana
pemberlakuan komunitas ekonomi ASEAN pada 2020 mendatang. Langkah itu dinilai
sebagai peluang untuk memperluas pasar dan meningkatkan produksi,
mengingat pasar ASEAN yang sangat besar. Hal itu diungkapkan Ketua Umum
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Raja Sapta Oktohari dalam sambutannya
pada acara silaturahmi dan penganugerahan penghargaan kepemimpinan ekonomi
kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta, Jumat (31/8/2012) malam.
Menurutnya, menghadapi tantangan itu HIPMI mulai
menyiapkan sejumlah langkah menghadapi persaingan ekonomi pada 2020.
"Indonesia harus menjadi pemain dalam komunitas ekonomi ASEAN," kata
Oktohari. Untuk menghadapi itu semua, paparnya, mulai saat ini HIPMI telah
mengambil sejumlah langkah antara lain menyiapkan dan memberikan mentoring pada
pengusaha pemula agar mampu menghadapi persaingan baik di dalam negeri, kawasan
dan global. Selain itu, katanya, HIPMI juga memberikan perhatian pada
pengusaha- pengusaha lokal atau di daerah agar dapat mengembangkan
usahanya sekaligus memperluas pasar produksi barang-barang mereka.
Wapres Imbau
Dunia Usaha Menjangkau Wirausaha Muda. Wakil Presiden Boediono mengimbau dunia
usaha untuk menjangkau wirausaha muda, yang umumnya masih duduk di bangku
kuliah. Caranya, dengan menyediakan tempat praktik bagi bisnis wirausaha.
Imbauan itu disampaikan Boediono dalam acara Wirausaha Muda Mandiri yang
digelar PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk di Jakarta, Kamis (17/1). Praktik
kewirausahaan itu penting, katanya (Kompas, 18 Januari 2013 hal 20).
Direktur Utama Bank Mandiri, Zulkifli Zaini mengatakan
program wirausaha Muda Mandiri ini diyakini mengubah cara pandang mahasiswa
terhadap wirausaha. Selain itu, menjadikan sektor usaha mikro, kecil dan
menengah (UMKM) sebagai sektor idaman untuk berkarya. “Juga menginspirasi
generasi muda untuk menjadi pencipta lapangan kerja, “tambah Zulkifli (Kompas
18 Januari 2013 hal 20).
Menuju Komunitas
Ekonomi ASEAN 2015: Peluang dan Tantangan Bagi Pelaku Usaha Kalimantan Barat. Dalam
rangka melaksanakan fungsi diseminasi informasi perihal pembentukan
Komunitas Ekonomi ASEAN 2015, Dirjen Kerja Sama ASEAN, Kemlu RI menyelenggarakan
Sosialisasi bertema “Menuju Komunitas Ekonomi ASEAN 2015: Peluang dan Tantangan
Bagi Pelaku Usaha Kalimantan Barat” kepada pelaku usaha dan pemerintah
daerah Kalimantan Barat, serta Kuliah Umum “Menuju Komunitas Ekonomi ASEAN
2015” kepada mahasiswa/i perguruan tinggi di wilayah Pontianak, Kalimantan
Barat (12-13/02)
Sosialisasi yang dihadiri oleh sekitar 150 peserta
tersebut dibuka secara resmi oleh Kepala Dinas Koperasi dan UKM Pemprov
Kalimantan Barat, Bapak Ignasius IK mewakili Gubernur Kalimantan Barat, Bapak
Drs. Cornelis SH., dan menghadirkan Keynote Speaker Duta Besar Suprapto
Martosetomo (Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Kelembagaan) mewakili Pimpinan
Kementerian Luar Negeri. Sosialisasi tersebut menghadirkan narasumber di
antaranya I Wayan Dipta (Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian
Koperasi & UKM), Tri Harsono (Ketua Komite Tetap UKM, Bidang Pembangunan
Kawasan Perbatasan KADIN, Memet Agustiar (Pengamat Ekonomi dari Universitas
Tanjungpura), dan Ignasius IK(Kepala Dinas Koperasi dan UKM Pemprov Kalimantan
Barat).
Dalam kaitan ini, ASEAN juga memberi perhatian penting
kepada pengembangan usaha kecil dan menengah baik dari aspek permodalan,
teknologi, dan akses pasar. Hal ini dikarenakan ekonomi negara-negara ASEAN
mayoritas disokong oleh sektor UKM. Para narasumber dalam kegiatan sosialisasi tersebut
menyampaikan pentingnya bagi Kalimantan Barat untuk dapat memiliki pandangan
yang optimis dalam melihat tantangan dan peluang yang ada dari Komunitas
Ekonomi ASEAN 2015.
Bapak I Wayan Dipta, Deputi Bidang Pengkajian
Sumberdaya UKM menyampaikan apabila Indonesia tidak mendorong daya saing dan
nilai tambah atas barang/produk yang diproduksi, maka Indonesia dapat
kehilangan perannya di kawasan dan menjadi objek kemajuan pembangunan di
kawasan tanpa memperoleh keutungan yang maksimal. Oleh karena itu, program
kebijakan penguatan daya saing telah mendapatkan perhatian khusus dari
pemerintah, antara lain penguatan UKM nasional. Hal tersebut penting untuk
memfasilitasi UKM nasional yang berdaya saing tinggi, inovatif, dan kreatif,
serta mampu melakukan perluasan pasar dari Komunitas Ekonomi ASEAN.
Ubah Segmentasi Ekonomi Masyarakat ASEAN 2015 jadi Sebuah Peluang. Jakarta, MADINA): Asosiasi Kosmetik Indonesia siap
menghadapi tantangan era masyarakat ekonomi ASEAN-Cina pada 2015 pada sektor
kosmetik dan jamu. Dalam menghadapi era tantangan masyarakat ekonomi ASEAN
2015, pihaknya akan banyak sekali menjual jasa, dalam bentuk spa, dan salon
dari dalam negeri. Industri kecil dan menengah (IKM) baik industri jamu dan
kosmetik sudah siap bersaing, telah menjadi pemenang, menjadi nyonya, dan tuan
rumah di negara sendiri, kata Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Kosmetik Indonesia
(Ketum Perkosmi) Dra Nuning S Barwa Apt MBA kepada wartawan usai acara
Pembukaan Pameran dan Workshop Produk Industri Kosmetik dan Jamu di kantor
Kementerian Perindustrian (Kemenperin), kawasan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa
(11/10). Acara ini dibuka langsung Menteri Perindustrian (Menperin) Ir Mohamad
Sulaeman Hidayat SE.
Menurut Nuning, Asosiasi Perkosmi juga telah mempersiapkan
anggota “anggotanya untuk menyiapkan tenaga-tenaga skill (terampil) dan
profesional pada industri kosmetik agar kalau ada peluang kerja di luar negeri
atau di Negara Filipina sebagai salah satu negara tren kosmetik di wilayah
ASEAN, tenaga kosmetik dari Indonesia bisa diterima kerja di negara luar.
Asosiasi Perkosmi akan menyiapkan industri kecil terutama industri rumah tangga
kecil dan menengah, yakni Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), agar mampu
mengikuti aturan kosmetik di tingkat ASEAN.
http://www.madina.co.id/index.php/ekonomi/9659-ubah- segmentasi-ekonomi-masyarakat-asean-2015-jadi-sebuah-peluang.
Menjadi pelaku ekonomi global. Integrasi ekonomi dalam
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 menjadi tantangan sekaligus peluang bagi
pelaku usaha nasional (BUMN, swasta, koperasi, dan UKM). Pemahaman bahwa pelaku
usaha Indonesia lebih perlu fokus hanya pada pasar domestik di tengah
membesarnya kelas menengah nasional hanya akan mengurangi pemanfaatan potensi
terbukanya pasar ASEAN. Integrasi kawasan atau regionalisasi juga memberikan
peluang usaha, pasar,basis produksi dan investasi pagi pelaku usaha nasional di
tingkat regional.
Seminar
“Pengembangan Kewirausahaan Perempuan Menghadapi Komunitas Ekonomi ASEAN 2015”. Komunitas
Ekonomi ASEAN (KEA) telah dilengkapi dengan Cetak Biru (Blueprint) yang
mengidentifikasi langkah-langkah integrasi ekonomi yang akan ditempuh melalui
implementasi berbagai komitmen yang rinci dengan sasaran dan target waktu yang
jelas. KEA mempunyai empat karakteristik utama yakni mewujudkan ASEAN sebagai
pasar tunggal dan basis produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi,
kawasan dengan pembangunan ekonomi setara, dan kawasan yang terintegrasi ke
dalam ekonomi global. Dalam menghadapi pembentukan KEA, salah satu kerja sama
yang dikembangkan ASEAN adalah pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Salah satu dasar pertimbangannya adalah bahwa UKM mencakup sekitar 90% dari
keseluruhan perusahaan di ASEAN. ASEAN telah mengesahkan ASEAN Policy
Blueprint for SMEs Development 2004-2014, yang bertujuan untuk menjamin adanya
transformasi UKM ASEAN yang memiliki daya saing, dinamis, dan inovatif.
Bagi Indonesia, UKM memiliki peran dan kontribusi yang
besar bagi perekonomian nasional. Menurut data BPS, pada 2009 UKM menyumbang
sekitar 53.3% dari total Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Kebanyakan UKM
tersebut bergerak di sektor pertanian, perdagangan, industri, dan
keuangan. Yang mengesankan, peran perempuan dalam pengembangan UKM
Indonesia ternyata sangat signifikan. Sebagaimana dilaporkan MasterCard
baru-baru ini, pertumbuhan UKM yang dimiliki perempuan di Indonesia ternyata
berada di peringkat ke tiga tertinggi di Asia Pasifik. Hal ini tentunya
merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi kaum perempuan, terutama di tengah
upaya Pemerintah mendorong kewirausahaan sebagai salah satu sektor penggerak
aktivitas ekonomi.
http://kemlu.go.id/Pages/PressRelease.aspx?IDP=1054&l=id
Provinsi Sumatra
Barat, Hadapi Ekonomi Global Sumbar Perkuat Lokal.Asean Economic Community
tahun 2015. Ketua DPD RI Irman Gusman melakukan serangkaian
kegiatan di Sumatera Barat, setelah peresmian pemberian nama jalan simpang
Duku-BIM, jalan Mr. Sutan Moh. Rasyid. Di hari yang sama, sorenya
melakukan pencerahan seminar dihadapan kalangan pengusaha dan pelaku ekonomi
Sumatera Barat di Auditorium Gubernuran, Kamis (28/2). Hadir dalam kesempatan
tersebut wakil gubernur Muslim Kasim, Forokpinda Sumbar, kepala SKPD terkait,
staf ahli gubernur bidang SDM dan kemasyarakatan, Surya Budhi, staf ahli
gubernur bidang keuangan dan ekonomi, Kabiro Ekonomi, Kabiro Humas, Irwan.
Wakil gubernur Muslim Kasim dalam kesempatan tersebut menyampaikan, menghadapi
tantangan Asean Economic Community tahun 2015, kita mesti mampu
mengimplentasikan pembangunan berbasis potensi lokal, serta berupaya
meningkatkan daya saing dalam kancah ekonomi global. Siap tidak siap kondisi
mesti kita sikapi secara arif dan bijaksana dengan memperkuat basis ekonomi UKM
menumbuhkan semangat kecintaan terhadap produksi sendiri.
http://www.padangtoday.com/?mod=berita&today=detil&id=42699
Keunggulan UMKM
dibandingkan usaha besar antara lain: (Nagel 2012). 1)
Inovasi teknologi mudah dilakukan dalam upaya pengembangan produk. 2) Hubungan
kemanusiaan yang akrab terjalin dalam usaha kecil. 3) Kemampuan menciptakan
kesempatan kerja cukup banyak atau penyerapan tenaga kerja cukup tinggi. 4)
Memilik fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar
yang berubah dengan cepat. 5) Terdapat manajerial yang dinamis dan peran
kewirausahaan. Dari keunggulan-keunggulan tersebut, yang paling menonjol adalah
adanya kemampuan penyerapan tenaga kerja. UMKM lebih fleksibel daripada USB
(Unit Skala Besar). Hal ini terjadi karena pengambilan keputusan dan inovasi
pada USB sering terhambat oleh birokrasi yang kaku.
Peran Strategik
UMKM. UMKM memberikan kontribusi yang besar terhadap
perekonomian riil Indonesia. UMKM berperan dalam pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Data dari BPS 2012 menunjukkan bahwa kontribusi UMKM terhadap PDB
Indonesia tahun 2011 sebesar 56,6% dan menyerap 97% dari tenaga kerja nasional.
UMKM juga berkontribusi dalam penambahan devisa negara dalam bentuk
penerimaan ekspor sebesar 27.700 milyar dan menciptakan peranan 4,86% terhadap
total ekspor (Yoga, 2011 dalam Nagel 2012). Kontribusi UMKM terhadap devisa
negara tersebut jauh lebih kecil daripada kontribusi usaha besar, sehingga UMKM
lebih diberdayakan. UMKM juga berperan dalam pembentukan investasi nasional.
Investasi UMKM mengalami peningkatan dari waktu ke waktu selama periode 2000 -
2011. Berdasarkan laporan statistik usaha kecil menengah pada berbagai edisi
antara tahun 2000-2011, dapat diketahui bahwa tahun 2000 investasi UMKM sebesar
Rp 133,08 triliun dan meningkat menjadi Rp 275,27 triliun pada tahun 2005.
Selain itu UMKM juga berkontribusi dalam upaya pemerataan pendapatan
masyarakat Indonesia. Eksistensi UMKM dapat meningkatkan kemampuan ekonomi
masyarakat yang berkecimpung di sektor UMKM baik sebagai pemilik usaha maupun
sebagai karyawan. (Lantum et.al , 2012 dalam Nagel 2012)
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
1997-1998
A. Kesimpulan
Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia tentu
saja sering mengalami krisis moneter. Krisis moneter yang paling parah terjadi
pada pertengahan tahun 1997, pada saat pemerintahan Presiden Soeharto (Orde
Baru). Padahal sebelumnya ,pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada saat itu
sangat mengesankan, bahkan mendapat pujian dari Bank Dunia sebagai negara Asia
berkinerja tinggi.
Namun, ketika krisis finansial mulai melanda kawasan
Asia yang di awali dengan melemahnya nilai tukar Thailand baht terhadap dollar
AS, menyebabkan mata uang dollar semakin menguat dan akhirnya berimbas ke
rupiah. Hal ini menyebabkan nilai tukar rupiah merosot, dari Rp. 2.500 per
dollar AS, menjadi Rp. 3.000 per dollar AS pada minggu ke dua Juli 1997. Bank
Indonesia berusaha membuat kebijakan dengan melebarkan rentang kendali rupiah,
namun krisis moneter, yang diikuti dengan semakin menipisnya tingkat
kepercayaan, membuat nilai rupiah semakin sulit dikontrol.
Langkah Presiden Soeharto mengundang Dana Moneter
Internasional pada 8 Oktober 1997 tidak banyak membantu, justru sebaliknya
semakin menambah beban hutang yang harus di tanggung rakyat Indonesia.
Kebijakan pemerintah menutup 16 bank membuat pelaku usaha semakin hilang arah.
Nilai rupiah semakin terperosok pada level Rp. 5.097 per dollar AS. Pada 8
Januari 1998, rupiah semakin melemah menjadi Rp. 9.800 per dollar AS dan
mencapai Rp. 11.050 pada akhir Januari 1998.
Jika di cermati, krisis moneter yang terjadi di
Indonesia tidak hanya disebabkan oleh krisis finansial yang melanda kawasan
Asia saja, tetapi juga di sebabkan oleh fundamental ekonomi Indonesia yang
lemah. Selain itu, akibat melemahnya nilai rupiah terhadap dollar menyebabkan
Indonesia kesulitan membayar hutang luar negeri yang sudah menumpuk sebelum
krisis moneter terjadi. Hal ini akhirnya berdampak pada kegiatan ekonomi di
dalam negeri. Banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan PHK, yang akhirnya
semakin menambah jumlah pengangguran di Indonesia. Selain itu, harga
bahan-bahan pokok pun meroket naik dan mengalami kelangkaan. Angka kemiskinan
semakin bertambah. Banyak rakyat Indonesia yang menderita.
Hal ini akhirnya memicu kerusuhan-kerusuhan yang
dilakukan para cendikiawan dan mahasiswa, yang menuntut Presiden Soeharto untuk
mengundurkan diri dari jabatannya. Rangkaian aksi kerusuhan mencapai puncaknya
dengan meletusnya Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998. Pada waktu itu, mahasiswa
Universitas Trisakti sedang melancarkan aksi unjuk rasa, namun mereka di hadang
oleh aparat keamanan, dan terjadilah bentrokan yang mengakibatkan tewasnya
empat orang mahasiswa akibat tembakan peluru tajam.
Kerusuhan juga berlangsung di beberapa daerah, telah
menimbulkan korban ratusan jiwa dan harta benda. Aksi-aksi kekerasan massa,
perusakan, pembakaran, penjarahan, hingga tindakan asusila, menimbulkan
kesedihan dan luka yang mendalam bagi bangsa Indonesia.
Dengan kondisi negara yang kacau balau, diantara para
demonstran yang tidak juga berhenti melakukan kerusuhan, akhirnya pada tanggal
21 Mei 1998 Presiden Soeharto resmi mengundurkan diri dari jabatannya yang
kemudian di gantikan oleh B.J Habibie yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil
Presiden.
Walaupun banyak masyarakat yang meragukan kemampuannya
untuk memimpin bangsa Indonesia, tetapi B.J Habibie telah menunjukan beberapa
prestasinya yang mengesankan. Jika di bandingkan dengan kondisi Indonesia pada
saat mengalami krisis moneter tahun 1997, pada tahun 1999 telah mengalami
perbaikan yang berarti. Pada masanya, Presiden B.J Habibie telah berhasil
mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran masyarakat Indonesia. Nilai
tukar rupiah kembali menguat serta laju inflasi mulai stabil, bahkan berkisar
pada 2% saja. Selain itu kondisi perbankan di Indonesia mulai kembali sehat.
B. Saran
Kita sebagai generasi muda hendaknya mengambil
pelajaran dari peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi pada saat indonesia
mengalami krisis moneter. Berfikir sebelum bertindak sangat diperlukan. Jangan
sampai mengambil tindakan yang dapat merugikan semua kalangan seperti tawuran
atau demo yang berakhir dengan anarkis sehingga memakan korban jiwa. Dan bagi
pemerintah hendaknya lebih memperhatikan sistem perekonomian di indonesia
sehingga krisis moneter seperti yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 tidak
terulang kembali.
2015
Beberapa tantangan MEA, seperti lapangan
tenaga kerja yang ada di Indonesia hanya akan menaikkan angka pengangguran itu
sendiri, karena tidak berdampak pada peningkatan taraf hidup masyarakat
Indonesia, khususnya buruh yang tidak memiliki sertifikasi pendidikan seperti
buruh-buruh yang didatangkan dari China, bahkan Vietnam yang tidak lebih baik
tingkat kesejahteraan pekerjanya dari Indonesia. Bila Indonesia tidak siap,
maka aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan modal,
terlihat sebagai ancaman daripada peluang.
Tantangan lainnya adalah jurang horizontal
antara negara dengan kelas ekonomi maju dan yang masih menengah dan maju.
Jurang vertikal antara negara yang demokratis liberal dan masih otoriter.
Bagaimana kita membangun komunitas kalau nilai-nilai yang menjadi pengikat
berbeda dan taraf kehidupan berbeda.
ASEAN Economic Community yang dibentuk
dengan misi menjadikan perekonomian di ASEAN menjadi lebih baik serta
mampu bersaing dengan Negara-negara yang perekonomiannya lebih maju
dibandingkan dengan kondisi Negara ASEAN saat ini. Selain itu juga dengan
terwujudnya ASEAN Community yang dimana di dalamnya terdapat AEC, dapat
menjadikan posisi ASEAN menjadi lebih strategis di kancah Internasional, kita
mengharapkan dengan terwujudnya komunitas masyarakat ekonomi ASEAN ini dapat
membuka mata semua pihak, sehingga terjadi suatu dialog antar sektor yang
dimana nantinya juga saling melengkapi diantara para stakeholder sektor
ekonomi di Negara negara ASEAN ini sangat penting.
Tantangan Indonesia ke depan adalah
mewujudkan perubahan yang berarti bagi kehidupan keseharian masyarakatnya.
Semoga seluruh masyarakat Indonesia kita ini bisa membantu untuk mewujudkan
kehidupan ekonomi dan sosial yang layak agar kita bisa segera mewujudkan
masyarakat ekonomi ASEAN tahun 2015.
Peluang yang
sudah terbuka ini, kalau tidak segera dimanfaatkan, kita akan tertinggal,
karena proses ini juga diikuti gerak negara lain dan hal itu terus bergulir.
Kita harus segera berbenah diri untuk menyiapkan Sumber Daya Manusia Indonesia
yang kompetitif dan berkulitas global. Menuju tahun 2015 tidaklah lama,
Sudah siapkah kita akan Tantangan dan peluang bagi kalangan profesional
muda kita/mahasiswa untuk tidak terbengong-bengong menyaksikan lalu-lalang
tenaga asing di wilayah kita? Bapak I Wayan Dipta, Deputi Bidang Pengkajian
Sumberdaya UKM menyampaikan apabila Indonesia tidak mendorong daya saing dan
nilai tambah atas barang/produk yang diproduksi, maka Indonesia dapat
kehilangan perannya di kawasan dan menjadi objek kemajuan pembangunan di
kawasan tanpa memperoleh keutungan yang maksimal.
SARAN
Jika Indonesia mampu mengantisipasi,
pengaruh liberalisasi akan mengarah pada efisiensi pasar jasa. Dampaknya adalah
pilihan bagi konsumen meningkat, produktivitas meningkat, serta persaingan yang
lebih sehat di dorong.
Pencapaian MEA dilakukan melalui empat
tahapan strategis, meliputi : pencapaian pasar tunggal dan kesatuan basis
produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing, pertumbuhan ekonomi yang
merata dan terintegrasi dengan perekonomian global.
Menghadapi tantangan itu HIPMI mulai
menyiapkan sejumlah langkah menghadapi persaingan ekonomi pada 2020.
"Indonesia harus menjadi pemain dalam komunitas ekonomi ASEAN," kata
Oktohari. Untuk menghadapi itu semua, paparnya, mulai saat ini HIPMI telah
mengambil sejumlah langkah antara lain menyiapkan dan memberikan mentoring pada
pengusaha pemula agar mampu menghadapi persaingan baik di dalam negeri,
kawasan dan global. Selain itu, katanya, HIPMI juga memberikan perhatian pada
pengusaha-pengusaha lokal atau di daerah agar dapat mengembangkan usahanya
sekaligus memperluas pasar produksi barang-barang mereka.
Program kebijakan penguatan daya saing
telah mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, antara lain penguatan
UKM nasional. Hal tersebut penting untuk memfasilitasi UKM nasional yang
berdaya saing tinggi, inovatif, dan kreatif, serta mampu melakukan
perluasan pasar dari Komunitas Ekonomi ASEAN.
Daftar pustaka
14/10/2012http://suarajakarta.com/2012/10/14/kesiapan-masyarakat-indonesia-menuju-masyarakat-ekonomi-asean-2015/(diakses
Senin 25 Februari 2013; 22.06)
http://dimastidano.wordpress.com/2012/11/28/masyarakat-ekonomi-asean-2015-peluang-
atau-14ancaman/(diakses Senin 25 Februari 2013; 22.16)
http://ekbis.sindonews.com/read/2012/11/26/39/691517/menjadi-pelaku-ekonomi-global.
(diakses Selasa 26 Februari 2013; 22.27)
http://hminews.com/opini/tantangan-indonesia-dalam-menghadapi-masyarakat-ekonomi-asean-mea-2015/(diakses Minggu 24 Februari 2013;
23.02)
http://kabarbisnis.com/read/2832872
(diakses Selasa 26 Februari 2013; 22.37)
http://kemlu.go.id/Pages/PressRelease.aspx?IDP=1054&l=id
(diakses Jumat 1 Maret 2013; 22.45)
http://kemlu.go.id/Pages/PressRelease.aspx?IDP=1377&l=id (diakses Jumat 1 Maret 2013; 22.56)
http://www.analisadaily.com/news/read/2012/10/31/84452/jalan_menuju_masyarakat_ekonomi_ asean_2015/#.USzG9KUa6AN (diakses Sabtu 2
Maret 2013; 22.42)
http://www.beritasatu.com/asia/41368-masyarakat-ekonomi-tunggal-asean-2015.html
(diakses Sabtu 2 Maret 2013; 22.53)
http://www.madina.co.id/index.php/ekonomi/9659-ubah-segmentasi-ekonomi-masyarakat-asean-2015-jadi-sebuah-peluang (diakses Sabtu 2
Maret 2013; 21.55)
http://www.padang-today.com/?mod=berita&today=detil&id=42699 (diakses
Sabtu 2 Maret 2013; 21.58)
peluang-indonesia-hadapi-asean-economic-community-di-seminar-feb(diakses
Sabtu 2 Maret 2013; 22.11)
Kompas
24, Desember 2012 hal 6
Kompas
31 Januari 2013 hal 6
Kompas, 18 Januari 2013 hal 20
Nagel, P. Julius F. 2012. Kecerdasan
Kewirausahaan (Entre-Q) Untuk Meningkatkan Daya Saing UMKM. Disampaikan Dalam
Seminar Nasional Dan Call For Papers “Orientasi Kewirausahaan Untuk
Meningkatkan Daya Saing UMKM”. Diselenggarakan Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi Dan Himpunan Mahasiswa Jurusan Manajemen Universitas Jendral Soedirman
Purwokerto 21 November 2012.
nb : tugas ini adalah tugas Perekonomian Indonesia
Halo, nama saya Mia Aris.S. Saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati karena ada penipuan di mana-mana. Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial, dan putus asa, saya telah scammed oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai seorang teman saya merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800.000.000 (800 JUTA ) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dengan tingkat bunga hanya 2%. Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah i diterapkan untuk dikirim langsung ke rekening saya tanpa penundaan. Karena aku berjanji padanya bahwa aku akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman dalam bentuk apapun, silahkan hubungi dia melalui emailnya: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com
BalasHapusAnda juga dapat menghubungi saya di email saya ladymia383@gmail.com.
Sekarang, semua yang saya lakukan adalah mencoba untuk bertemu dengan pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening bulanan.